Himbauan atas kemunculan Film FITNA  

Diposting oleh Ivan Istyawan

Baru-baru ini anggota parlemen Belanda Geert Wilders membuat film FITNAH, film yang kabarnya berdurasi 15 menit ini-oleh mayorityas Umat Islam- dinilai telah mendiskreditkan Agama Islam. Secara Spontan, Film yang juga menjadi kontroversi di Belanda mendapat reaksi keras dari berbagai institusi keagamaan non Islam. Presiden Indonesia Susilo bambang Yudoyono (SBY) menegaskan bahwa Film ini dilarang beredar di Indonesia dengan alasan akan memancing reaksi keras masyarakat yang berujung pada kondisi yang tidak kondusif bagi perdamaian. Selain itu dalam konfresnsi Pers, Senin(31/3) Presiden yang pernah menjabat Sebagai Mentri ini mengatakan bahwa tidak perlu kita sebagai manusia menggunakan dalih kebebasan yang akan merusak sendi-sendi peradaban. Oleh Karena itu secara tegas SBY mencekal anggota parlemen Belanda Geert Wilders yang akan melakukan kunjungan ke Indonesia !

Banyak diantara para Blogger yang kemudian mengangakat Film Fitnah sebagai Bahasan utama semisal :
Fitna, film “fitnah” terhadap Islam
Politisi Belanda Rilis Film Fitna (Fitnah???)
dan seabrek blog lain yang hampir selalu ditanggapi dengan penuh antusiasme atas misi Jihad ( Menumpahkan darah Sang Pembuat Film Fitnah)
Sadar atau tidak kita sadari sesungguhnya kitapun telah terperanggakap dalam rencana Geert Wilders-yaitu mengkampanyekan film fitnah-sehingga ketika reaksi keras dari masy.Islam bermunculan, maka dengan sendirinya film ini akan mendapatkan pembenaran.
Pendapat saya
Sesungguhnya tidak mungkin akan timbul kepulan asap tanpa api. Begitu pula kemunculan Film yang mendapat reaksi keras masy. Dunia ini, sesungguhnya mereka-pembenci Islam-sengaja memanfaatkan sifat reaksioner umat Islam. Kehadiran Film ini dari tinjauan Psikologis telah berhasil menyulut amarah Umat Islam yang kemudian akan dijadikan alat pembenar "bahwa umat Islam ialah umat yang canderung reaksioner dan selalu menjadikan gerakan anarkis dalam misi2 sucinya.
lalu apakah tidak boleh kita membela Agama kita ?dalam Konteks apapun kita wajib mebela Islam,namun yang pelu kita garis bawahi adalah bagaimana cara yang tepat dalam membela Islam, dengan cara yang tepat itulah ke-Izzah-an Islam akan kembali muncul.
Himbauan saya pada seluruh umat Islam :
  • Jangan terpancing oleh Film FITNAH.Sesungguhnya tujuan akhir Film keluaran salah satu Aggota parlemen Belanda adalah "meyulut kemarahan Umat Islam, sebagai alat Labelisasi bahwa Umat Islam identik Anarkis-Konserfatif.
  • Buat Seminar,dikusi atau tolk show yang mengangkat film FITNAH. Objektifitas dalam memandang film FITNAH sangat diperlukan oleh karena itu dengan semangat belajar mari gelar Seminar,dikusi atau tolk show atas fil ini agar duduk permasalahan semakin jelas.
  • Gelar penolakan film FITNAH dengan jalan damai. Sebagai seorang muslim-sampai dengan hari ini- saya menghimbau seluruh umat Islam untuk menolak film FITNAH dengan cara damai semisal Demonstrasi dengan bagi Bunga beserta orasi penolakan film FITNAH, Membuat Press Release diberabagai media tentang penolakan film FITNAH,serta berbagai jalan damai lainnya.
  • Perbaiki Perwajahan Islam. Sudah bukan rahasia lagi,bahwa sigma negatif selalu menenpel pada Umat Islam, oleh sebab itu mulai saat ini kita harus menampilkan Islam yang sejuk,damai dan santun. Pada sisi yang lain, sudah saatnya umat Islam belajar Untuk menjadi salah satu elemen solusi dari berbagai permasalahan.kesemuanyaitu akan Bisa kita jalankan jika kita memahami betapa tinggkat ke-Islaman kita masih rapuh dan memerlukan sebuah rekonstruksi dan pembinaan yang lebih Intens.
Selamat Burjuang Umat Islam


Kenalkah Kita Pada Negara Sendiri?  

Diposting oleh Ivan Istyawan

"Dikatakan bahwa seseorang belum benar-benar mengenal suatu negara,sebelum ia pernah berada dalam penjara negara itu
suatu negara jangan dinilai dari cara memperlakukan warganya yang paling tinggi. Tetapi bagaimana negara itu memperlakukan warganya yang paling rendah"
(Nelson Mandela)




Lel Met Ulang Tahun, Timbulkah semangat Baru?  

Diposting oleh Ivan Istyawan


Pertama saya ingin mengucapkan Selamat Ultah Pada Lely - Salah satu kader saya asal Gresik. Sebenarnya saya tidak terlalu suka pada ulang tahun dan tidak terbiasa mengucapkan selamat ulang tahun. Sebab ketika kita ber ulang tahun, sesunguhnya umur kita telah berkurang atau dalam bahasa saya Kontrak kita untuk hidup mendekati Habis. Sehingga bagi saya mengucapkan selamat Ulang Tahun,Selamat Harlah, etc tidak jauh berbeda dengan ucapan selamat menuju Hari ISTIRAHAT TERAKHIR.Oleh karena itu saya lebih suka mengucapkan BERSIAPLAH MENUJU ISTIRAHAT TERAKHIR.


Hehehe, Kadang ketawa juga, sebenarnya tidak perlu memahami hari Ultah se ekstrim pemahaman saya. Oleh karena itu pemahaman ini tidak terlalu penting untuk diikuti tentunya bagi mereka yang ingin Berultah dengan penuh kegembiraan.
Segala atribut Ultah-semisal kado,kartu ucapan,kue,dan sejenisnya- memang penting bagi banyak orang.Dengan pernik itu mereka berharap moment itu menjadi event yang berarti dan tak terlupakan.sehingga berharap masa-masa keriangan yang menyentuh itu akan terjadi sepanjang waktu.
Namun banyak juga orang yang menjadikan ULTAH sebagai momentum untuk bermuhasabah, dan mencoba memetakan potensi-potensi diri yang bisa dilejitkan pada tahun/usia mendatang.
Untaian Kata Untuk Lely
Saudariku Lely, Terus terang aku bangga padamu, bangga pada ketegaranmu dalam melawan getir kehidupan ini. Masih melekat dalam memoriku betapa engkau memancarkan pesona saat meneteskan air mata ketulusanmu dalam mengenal perjuangan,ingatkan saat2 Up Gredding di Perguruan Muhammadiyah Balongpanggang.
Aku berharap air mata itu menetes kembali saat kau ber ultah atau saat kau baca tulisan ini. Dalam umurmu yang semakin matang dan berkurang ini semoga engkau mampu menemukan jati dirimu. Mungkin engkau bertanya dalam hati kenapa aku memberikan asosiasi "Mentari Pagi" untuk dirimu, dan tidak pernah menerangkan secara detai arti dari mentari pagi itu.
Karena aku ingin engkau yang memaknai sendiri arti dari MENTARI PAGI. Yang lebih penting lagi jadikan Momen indah ULTAH ini sebagai ajang untuk melejitkan Potensi dan Media untuk menggelorakan semangat Berjuang UNTUK PERSYARIKATAN,UMAT,BANGSA,SERTA KEHIDUPANMU.
SELAMAT ULANG TAHUN = SELAMAT MENUJU HARI ISTIRAHAT TERAKHIR.

Menapak Jalan “Kritis – Transformatif”  

Diposting oleh Ivan Istyawan

“Agama adalah sebuah ikhtiar mencari jalan bagaimana mendamaikan diri kita dengan fakta-fakta dahsyat tentang hidup dan mati” (A. Syafii Maarif)


“Tugas kita sebagai intelektual adalah menciptakan sejarah dengan membangun gerakan pemikiran dan kesadaran kritis untuk memberi makna masa depan kita sendiri” (Alm. Mansour Faqih)
Spirit “Al-Ma’un”; Sebuah Pengantar
Kita tidak bisa membayangkan akan seperti apa masa depan bangsa ini. Berbagai bentuk kejahatan, manipulasi, korupsi dan kecurangan serta k..... yang lain telah menjadi kebudayaan akut yang membutuhkan rentang masa panjang untuk mengurainya menjadi (to be) baik. Penggusuran tanah kaum miskin yang terjadi hampir tiap saat ditayangkan di TV dengan dalih “pembangunan untuk kepentingan umum”. Padahal yang dibangun adalah jalan TOL untuk kepentingan pemilik mobil kijang Krista atau Volfo.

Dibagian lain puluhan anak jalanan harus merelakan dan menukar masa indahnya dengan menjadi peminta-minta di pertigaan jalan atau di lampu merah, menjadi pemulung dari satu tempat sampah ketempat sampah yang lain. Nun jauh disana sekelompok orang Islam memakan saudaranya sendiri dengan dalih “Sesat”. Dan beragam problem ekologis kemanusiaan yang membuat kita miris. Sampai–sampai suatu ketika buya A. Syafii Maarif mengatakan bahwa “seandainya ada perintah dalam Al-Qur’an yang mengajarkan kita pesimis melihat Indonesia ini, maka sayalah orang pertama yang akan pesimis”1.
Dalam kondisi dan keadaan seperti diataslah, K.H. Ahmad Dahlan2 mendirikan Muhammadiyah. Kiyai dalam keadaan yang gelisah, resah dan “geli” melihat realitas zamannya. Dengan kesadaran doktrin sosial Islam yang mendalam seperti itulah, founding father Muhammadiyah ini tegerak kesadarannya untuk berbuat demi kemaslahatan ummat. Kiyai sepenuhnya sadar bahwa Islam tidak semata-mata menekankan ritual dalam menghubungkan diri dengan tuhan-Nya. Ada jalan lain yang setiap orang bisa untuk melakukannya. Jalan yang dimaksudkan adalah hubungan sosial. Atau dalam term wahyu dikatakan hablum minannas. Hubungan kemanusiaan.
Sebagai organisasi sayap “kiri” Muhammadiyah dalam membina dan mencerdaskan ummat remaja, maka IRM mau tidak mau harus merujuk pada profil K.H. Ahmad Dahlan. Sebuah komparasi ideal yang mampu menghubungkan doktrin otentisitas wahyu dengan realitas kesejarahannya. Sehingga kehadiran IRM tidak ditelan bumi tetapi menjadi spirit bagi munculnya generasi baru yang Ulul Albab.3 Generasi yang cerdas, gaul dan tidak ketinggalan zaman. Generasi yang “nakal” dalam pemikiran, “liar” dalam tingkah laku dan Gesit dalam kompetisi. Sehingga tidak mudah terkooptasi oleh siapapun dan atas nama apapun. Yaitu sebuah cita tentang kebebasan etik.
Kelebihan Kiayai Dahlan adalah ketika dia mampu membawa cita ideal Islam kewilayah real. Bagaimana cita ideal islam itu? Dalam pandangan Kuntowijoyo–budayawan Yogyakarta–cita-cita ideal Islam adalah bagaimana mengubah masyarakat sesuai dengan cita-cita dan visinya mengenai transformasi sosial. Semua ideologi atau filsafat sosial menghadapi suatu pertanyaan pokok, yakni bagaimana mengubah masyarakat dari kondisinya yang sekarang menuju kepada keadaan yang lebih tepat dengan keadaan idealnya.4 Karena itu Islam sangat berkepentingan dengan realitas sosial, bukan hanya untuk dipahami tetapi juga bagaimana mengubahnya.
Melacak Akar Gerakan Kritis-Transformatif di Indonesia
Islam transformatif merupakan salah satu corak paham ke-Islaman yang muncul sebagai respon terhadap keberadaan ajaran Islam yang seolah-olah kurang terlibat dalam menjawab berbagai masalah yang aktual. Islam terkesan hanya digunaka sebagai legitimasi terhadap kesalehan individual dan tidak diwujudkan dalam konteks kesalehen sosial. Dalam hubungan ini Islam hanya digunakan sebatas urusan hubungan manusia dengan Tuhan, dan tidak terlibat dalam urusan hubungan manusia dengan alam, lingkungan sosial, dan berbagai problema kehidupan yang semakin kompleks dan penuh tantangan.
Menurut Abuddin Nata5 ciri-ciri Islam Transformatif adalah; Pertama, Islam transformatif selalu berorientasi pada upaya mewujudkan cita-cita Islam, yaitu membentuk dan mengubah keadaan masyarakat kepada cita-cita Islam yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam (Q.S. Al-Anbiya : 107) Kedua, mengupayakan adanya keseimbangan antara pelaksanaan aturan-aturan yang bersifat formalistik dan simbolis dengan missi ajaran Islam tersebut. Bahkan jika suatu aturan formalistik atau simbolik tersebut terlihat menghambat pencapaian tujuan, maka aturan formalistik atau simbolik tersebut harus diubah, atau diberi makna baru yang sesuai dengan tujuan.
Ketiga, mewujudkan cita-cita Islam, khususnya keberpihakan terhadap kaum lemah dalam mengangkat derajat kaum dhu’afa atau orang-orang yang tertindas, dan juga diarahkan kepada penegakan nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang, sopan santun, kejujuran dan keihlasan. Menegakkan nilai-nilai demokratis seperti kesetaraan (egaliter), kesamaan kedudukan (equality), dan sebagainya. Keempat, senantiasa memiliki concern dan respons terhadap berbagai masalah aktual yang terjadi dalam masyarakat.
Mengamati kriteria Islam Transformatif sebagaimana dikemukakan oleh Nata (2001), maka dapat dikatakan bahwa kelahiran Muhammadiyah adalah juga sebagai respon dan pemahaman “Kritis-Transformatif” K.H. Ahmad Dahlan atas kondisi zamannya yang begitu krusial dengan proses yang tidak manusiawi seperti penindasan struktural yang dilakukan oleh penjajah kolonial Belanda lewat VOCnya.
Hal yang sama juga terjadi di IRM, bahwa IRM hadir dan lahir bukan dari ruang hampa. Ada proses sejarah yang melingkupi kelahirannya. Ini perlu dipahamkan kepada kader-kader supaya kita tidak ahistory dalam memaknai kehadiran IRM. IRM lahir dari dialektika sosial khususnya yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Bagaimana lingkungan tahun 1960-an? Dalam pengantarnya di buku “Post Islam Liberal” Kuntowijoyo menjelaskan bahwa periode 1960-an adalah merupakan fase ideologi.6 Fase ini dicirikan dengan berdirinya Syarekat Islam. SI dengan mobilitas tokoh-tokohnya mencitrakan diri sebagai kekuatan ideologis yang ‘membahayakan’ sehingga pemerintah kolonial melakukan upaya-upaya agar aktivitas SI tidak meluas. Bahkan pertentangan-pertentangan ini meluas sampai ke masa orde lama. Lahirnya Masyumi sebagai representasi partai politik umat Islam yang memperhadap hadapkan umat Islam dengan pemerintahan Soekarno.
Dalam periodesasi ideologis inilah IRM lahir. Sehingga performa yang ditampilkan IRM pada masa awal adalah performa yang militan dan relatif “fundamental”. Sebab ada lawan ideologis, ada common sense. Apa lawan ideologis IRM dan penggiat Islam ketika itu adalah gagasan “komunis”. Sehingga performa yang ditampilkan IRM pada waktu itu adalah benar dan bisa kita mahfum. Sekarang pertanyaannya adalah apa yang harus dijadikan musuh bagi kita sekarang?, ini penting dielaborasi lebih mendalam.
IRM Dipusaran Pemikiran Keagamaan,
Bagaiamana Bersikap
Memasuki era industrial dan budaya globalisasi, maka yang paling terkena imbasnya adalah kehidupan keagamaan termasuk didalamnya Ikatan Remaja Muhammadiyah. Banyak corak keagamaan yang muncul kepermukaan, sebutlah diantaranya modernisme, fundamentalisme dan liberalisme. Bila kita menyimak bagaimana gaya pakaian atau rambut dikalangan dunia mode yang terus menerus berubah, dan kadangkala gaya perubahan itu set-back kepada gaya tahun-tahun sebelumnya, maka demikian juga dalam dunia pemikiran keagamaan.
Mode atau trend pasti akan lewat begitu saja ketika orang sudah jenuh atau ada trend baru yang muncul. Misalnya mode Hollywood tahun 1940-an yang menonjolkan warna-warna redup seperti merah gelap atau abu-abu kehitaman. Mode atau trend adalah bentuk pencitraan diri. Dan mereka yang selalu sibuk dengan citra diri hanyalah segelintir orang. Demikian juga dalam dunia pemikiran. Citra diri sebagai seorang muslim berfikir liberal dan modern misalnya hanyalah kebutuhan mereka yang sudah berfikir fungsional seperti itu. Sementara umat Islam kebanyakan bengong atau seperti kata Gus Dur “emang gua pikirin” (EGP).
Pada masa awal Orde Baru, kaum intelektual sibuk dengan pemikiran Islam dan modernitas atau Islam dan Pembangunan. Menjelang tumbangnya rezim otoriter Soeharto, muncul Islam dan Postmodernisme, Islam dan Civil Society, Kiri Islam. Kini ada lagi yang begitu bangga dengan sebutan Islam Liberal. Nanti pada era kedepan akan muncul Neo-Liberalisme atau Islam Neo-Liberal. Itulah mode dan bentuk pencitraan yang latah menjadi kebanggaan kaum terdidik.
Agar inovasi dan diversifikasi produk gagasan tidak terhenti, maka dibuatlah semacam apa yang disebut sebagai policing of the risk society. Yaitu, dibangun berbagai bentuk – sebut saja – “teror” terhadap masyarakat, sehingga masyarakat mau menerima gagasan atau institusi dari pembuat “teror” itu. Kelompok yang disebut fundamentalis membuat teror tentang bahaya sekularisme, devaluasi agama, materialisme atau komunis. Dengan teror ini, masyarakat diajak untuk ‘kembali ke syariat agama’.
Sementara kelompok yang menyebut diri liberal atau modern menyebar teror tentang bahaya radikalisme agama, fundamentalisme, sentralisme, otoritarianisme agama, atau militansi. Seminar pelatihan dan penelitian perlu diadakan untuk meyakinkan tentang ancaman terhadap masyarakat itu. Dengan begitu masyarakat dipaksa untuk menerima nilai-nilai liberal dan secara perlahan meninggalkan akar kepercayaan dan kebudayaannya sendiri (indegenous cummunity).
Semakin jauh masyarakat dari budaya dan institusi lokal, maka semakin mudah mereka “dikendalikan” dan diarahkan menuju kedalam sebuah bentuk masyarakat yang terus menerus memuja “citra”. Dan jadilah dunia dalam apa yang disebut sebagai global monoculture : hanya ada satu pusat, yaitu kebudayaan liberal, cara berfikir liberal, ekonomi liberal, politik liberal sampai pada gaya hidup liberal. Di luar yang liberal adalah “pinggiran” atau “penyimpangan” atau “keterbelakangan”. Sebuah sistem hegemonik7 yang dikendalikan sepenuhnya oleh mereka yang memiliki uang, senjata, teknologi dan informasi. Tetapi kondisi diatas adalah salah satu dimensi atau effect dari semaraknya pasar pemikiran, yang mungkin kondisi tersebut tidak diharapkan karena tidak mungkin mendorong transformasi masyarakat atau ummat Islam.
Nah dalam kegalauan nilai, campur aduknya budaya, bursa pemikiran keagamaan yang semakin marak tersebut bagaimana IRM bersikap? Barangkali tawaran keagamaan kita adalah bagaimana spirit ummatan wasatan harus menjadi landasan yang mesti kita kedepangkan. Ajaran tersebut menyiratkan kepada kita semua tentang pentingnya keseimbangan. Bukankah Islam sangat mengajarkan perlunya untuk seimbang. Seimbang dalam banyak hal.
IRM sebagai Gerakan Kritis-Transformatif
Jargon ‘kritis – transformatif’ menyeruak kejagak pentas gerakan sosial tidak terlepas dari kondisi kekinian yang menerpa bangsa Indonesia. Kalau kita rujuk, maka umumnya para penggagasnya adalah aktivis LSM/NGOs yang memiliki latar belakang pemahaman keagamaan yang relatif modern. Tengoklah misalnya Moeslim Abdurrahman, Mansour Faqih, Kuntowijoyo dan M. Dawam Raharjo ataupun juga Amien Rais dengan gagasan tauhid sosialnya. Merekalah yang menjadi motor penggeraknya.
Di IRM jargon ini secara organisatoris dipandang sebagai upaya untuk mengatasi kebuntuan dan upaya sadar IRM untuk mencoba menghadirkan gerakan IRM kewilayah real yang mampu bermain dizamannya dengan pementasan yang indah. Sebuah pementasan dikatan indah dan menarik ketika yang memberikan penilaian itu adalah publik. Maka pada perspektif ini publik IRM adalah remaja. Dalam pandangan IRM remaja adalah mereka yang berumur 14 – 24 tahun, karena pada wilayah umur itulah remaja relatif berada pada fase taransisional dalam kehidupannya. Sehingga remaja terkadang dipandang remah oleh orang lain. Padahal belum tentu. Banyak penemuan-penemuan spektakuler justru lahir dalam umur demikian, bagaimana Rasulullah Muhammad Saw, Thomas Alfa Edison dan banyak yang lain. Mereka adalah penarik gerbong perubahan.

Dengan demikian IRM harus tampil kewilayah publik dengan tanggung jawab kebudayaan untuk mendorong transformasi kebudayaan menuju hikmah (kebijaksanaan, kearifan dan keluhuran). IRM harus tampil dalam zamannya dengan menjadi katalisator proses perubahan, bukan menjadi penghalang lahirnya perubahan. Atau dengan kata lain membumikan cita-cita budaya IRM dalam kesejarahannya di muka bumi ini. Untuk itu ada tiga agenda IRM kedepan dalam kaitannya dengan upaya mengukuhkan tradisi “kritis-transformatif” tersebut :

1. Transendensi (Tu’minuna Billah)
Kata kerja transcend, yang darinya kata transendental diambil, berasal dari bahasa latin transcendere yang artinya memanjat di/ke atas. Dari lima arti dalam Webster’s New International Dictionary yang dekat dengan keperluan kita ialah transendental dengan makna “abstrak, metafisis” dan “melampaui”.

Transendensi seperti dalam tradisi Nabi Ibrahim merupakan kunci bagi penyelamatan manusia modern. Teknologi, ilmu dan manajemen memang membawa kemajuan tetapi gagal membawa kebahagiaan. Kekerasan adalah akibat kemajuan teknologi perang, kekuasaan pasar adalah buah dari penguasaan ilmu, kesenjangan adalah hasil ketimpangan manajemen. Semuanya tanpa iman. Transendental dalam arti spiritual akan membantu kemanusiaan menyelesaikan masalah-masalah modern.

Disinilah pentingnya kesadaran nilai-nilai ilahiah (ma’ruf, munkar dan iman). Nilai-nilai inilah yang menjadi tumpuan aktivisme IRM. Rujukan normatifnya bisa ditemukan dalam surat Al-Baqarah (2) : 110 “Kuntum khaira ummah ukhrijat linnasi ta’muruna bil ma’ruf wa tanhauna’anil mungkar wa tu’minuna billahi.” (kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk menusia, menyeruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah). Ada empat hal yang tersirat dalam makna ayat tersebut, yaitu (1) konsepsi tentang umat terbaik, (2) aktivisme sejarah, (3) pentingnya kesadaran dan (4) etika profetik. Dalam pandangan Kuntowijoyo8 agar ummat Islam menjadi ummat terbaik ada tiga hal yang harus dilakukan : Pertama, ta’muruna bilma’ruf, Kedua, tanhauna anil mungkar, dan Ketiga, tu’minuna billah.

Tujuan transendensi adalah menambahkan dimensi transendental dalam kebudayaan. Kita sudah banyak menyerah kepada arus hedonisme, materialisme dan budaya yang dekadan. Kita percaya bahwa sesuatu harus dilakukan, yaitu membersihkan diri dengan mengingatkan dimensi transendental yang menjadi bagian sah dari fitrah kemanusiaan. Kita ingin merasakan kembali dunia ini sebagai rahmat Tuhan. Kita ingin hidup kembali dalam suasana yang lepas dari ruang dan waktu, ketika kita bersentuhan dengan kebesaran Tuhan.

2. Humanisasi (Ta’muruna Bil Ma’ruf)
Ketika diturungkan dalam konteks zamannya, Islam pada dasarnya merupakan gerakan spiritual, moral, budaya, politik serta sistem ekonomi alternatif. Tentu saja ‘alternatif ‘ dalam sistem dan budaya Arab klasik yang waktu itu tengah mengalami pembusukan dan proses dehumanisasi. Islam (di)lahir(kan) sebagai agama rakyat (suatu komunitas yang sering tertindas-mustad’afin), bukan agama penguasa. Ia harus bergerak dan digerakkan demi, oleh dan untuk rakyat mayoritas. Ia menjadi agama humanis yang menentang agama struktur otoritarian.

Di alam modern saat ini dehumanisasi terjadi dalam multi bentuk. Penyebabnya antara lain karena dipakainya teknologi (baik berupa alat-alat fisik maupun metode) dalam masyarakat. Jacques Ellul (1964) dalam Kuntowijoyo (2004) menulis sebuah buku The Technological Society untuk menjelaskan betapa jauh teknologi itu dalam kehidupan. Teknologi kemudian menjadi dewa dan pusat sesuatu. Perilaku-perilaku kekerasan yang bernuansa etnik dan agama serta kriminalitas menjadi potret proses dehumanisasi bangsa saat ini. Tidak heran kemudian kemunculan postmodernisme sebagai perlawanan atas modernisme yang menampilkan diri dengan model yang kebeblasan.

Dalam kondisi demikian Al-Qur’an mengatakan bahwa pada awalnya manusia itu hanif (sebaik-baik mungkin). Akan tetapi karena proses sejarah lalu kemudian manusia mengalami apa yang disebut dengan “tsumma radadnaa hu asfala safilin” (kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya). Dalam ayat tersebut dikecualikan ; (1) “illalillazina aamanu” (orang-orang yang beriman), (2) “wa amilussalihati” (mengerjakan amal shaleh). Aktifitas kemanusiaan yang tidak etik itulah yang menyebabkan manusia terjungkal kedalam lembah kehinaan (dehumanisasi) sehingga kehilangan kemanusiaannya. Untuk itu usaha mengangkat kembali martabat kemanusiaan manusia (emansipasi) atau humanizing sangat diperlukan. Tujuannya adalah memenusiakan manusia.

Pada titik ini apresiasi yang harus IRM berikan kepada realitas masanya adalah bagaimana IRM kemudian menciptakan kebudayaan dengan membangun kultur kebajikan, keindahan hati, interaksi sosial yang menjamin rasa aman, kemanusiaan (humanis) dan perdamaian (peace) sebagai maenstrem utamanya. Ayat-ayat pendidikan (QS. Al-Alaq (96) : 1-5 ), kesehatan (QS As-Syuara (26) : 80) dan perlakuan terhadap anak yatim piatu (QS. Al-Ma;un (107) : 1-7) merupakan ayat-ayat kemanusiaan yang menjadi kajian kritis generasi awal Muhammadiyah. Dalam tanfidz Muktamar XIII di Yogyakarta mengenai Khittah Perjuangan IRM dengan jelas disebutkan bagaimana bahwa prinsip pemanusiaan itu memiliki dua akar potensi yang terdapat dalam diri manusia. Pertama, kebudayaan dan kedua, peradaban.

Makna kebudayaan adalah kemampuan diri yang dicapai dengan pertumbuhan, sedangkan makna peradaban adalah kekuasaan atas alam dengan menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, kota dan negara. Sebab peradaban merupakan kelanjutan atas kemajuan teknis, yaitu kelanjutan dari unsur-unsur alam yang menunjukkan kekuatan potensial yang sebenarnya sudah ada pada leluhur kita dimasa lampau. Peradaban memberi pendidikan sedangkan kebudayaan memberi pencerahan. Yang satu dituntut melalui proses belajar dan yang satu dituntut melalui proses perenungan, refleksi, kontemplasi dan meditasi.

Untuk itu sebagai bagian dari Muhammadiyah, maka yang harus dilakukan IRM adalah kultur saling menyantuni, ‘saling menyayangi’ dan memiliki sense of social yang tinggi. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila lahir pemikiran, pandangan dan pemaknaan yang mendalam terhadap teks Al-Qur’an berkenaan dengan cita-cita sosial Islam. Disinilah IRM diharapkan menggeser paradigmanya mengenai kesalehan dari kesalehan individual kepada kesalehan sosial. Dari struktural ke kultural. Dari mitos kelogos dan dari simbol kesubstansi.

3. Liberasi (Tanhauna Anil Mungkar)
Ajaran mengenai tanhauna anil mungkar adalah merupakan focus teologicus Islam. Dan inilah yang oleh Ali Syari’ati disebut dapat membedakan antara nabi Islam dengan nabi diluar Islam. Hassan Hanafi (2001) menggambarkan bahwa jika Ibrahim merupakan cermin revolusi akal menundukkan tradisi-tradisi buta, revolusi tauhid melawan berhala-berhala; Nabi Musa merefleksikan revolusi pembebasan melawan otoritarianisme dan Nabi Isa adalah contoh revolusi ruh atas dominasi materialisme; maka Nabi Muhammad Saw merupakan tauladan kaum papa, hamba sahaya dan komunitas tertindas berhadapan dengan konglomerat, elit Quraisy dan gembong-gembongnya dalam perjuangan menegakkan masyarakat yang bebas, penuh kasih sayang, persaudaraan dan egaliter.

Ajaran fundamental Islam sebagai kerangka epistemologi pemihakan Islam terhadap kaum lemah adalah tauhid. Dalam islam konsep tauhid merupakan konsep sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat dari segala sesuatu, dan bahwa manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Konsep tauhid ini mengandung implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan tak lain kecuali menyembah kepada Tuhan.9

Oleh karena itu ide tauhid ini sejak awal telah menjadi dasar fundamental dalam menciptakan tata sosial yang etis (berlandaskan moral), egalitarian dan berkeadilan, khususnya dalam mengeliminir praktek keagamaan politheisme (penyembahan berhala), eksploitasi kaum miskin, permainan kotor dalam perdagangan serta ketidakadaan tanggungjawab sosial. Dengan demikian, seperti dikemukakan Asghor Engineer, doktrin tauhid tidak hanya mempunyai konsekuensi religius, tetapi juga mempunyai implikasi sosio-ekonomi.

Ali Syariati menyebutkan bahwa tauhid dalam Islam merupakan suatu pandangan dunia, yang hidup dan penuh makna, menentang keserakahan dan bertujuan memberantas penyakit yang muncul dari penumpukan uang dan penyembahan harta. Ia menghapus stigma eksploitasi, konsumerisme, dan aristokrasi.

Dalam pengertian ini tauhid, faham tauhid selalu terkait dengan prinsip kemanusiaan, rasa keadilan sosial dan ekonomi yang harus diwujudkan dalam kehidupan kongkrit bermasyarakat. Dalam bahasa filsafat parennial, bahwa komitmen imani sebagai respon terhadap sapaan kasih Tuhan yang berpusat dari pemahaman dan keyakinan Ketuhanan Yang Esa (Tauhid), harus selalu melangkah dan bergerak pada tahapan praksis untuk melayani manusia sebagai sesama hamba Tuhan. Dengan ungkapan lain, tauhid atau perjalanan iman yang bermula dari pengetahuan dan keyakinan terhadap Tuhan selalu dan harus bergerak kemuara kehidupan kongkrit berupa amal kebajikan.

Rangkaian tauhid adalah paham tertentu tentang hakikat dan martabat manusia. Bertauhid (mengimani ke-Maha Esa-an Tuhan) adalah jalan hidup yang dapat mempertahankan ketinggian martabat manusia karena semangat tauhid itu dengan sendirinya atau seharusnya membawa implikasi pada ; Pertama, pencerahan. IRM sebagai organisasi atau pergerakan diarahkan dan dibentuk dalam kerangka tauhid sebagai upaya penyadaran terhadap nilai eksistensi manusia, menjadi pengingat dan pembangkit motivasi insaniah, serta mengasah dan mencerahkan naluri gaib cinta kasih yang tersembunyi pada manusia (QS Al-Alaq : 1-5).

Kedua, pembebasan. Syahadah (Asyadu’allah Ilaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah) dalam kerangka berfikir muslim merupakan pernyataan yang bermula dengan menafikan lalu dititik puncaknya adalah penisbahan (laa ilaa ha illallah). Pemaknaan terhadap syahadah tersebut mewujud dalam gerakan membebaskan manusia lewat Tuhan. Ketika terbakar oleh api ilahi, kita kembali dan memasuki putaran waktu dan mewarnai jalannya sejarah, mengubah suatu dunia baru yang membebaskan (QS At-Taubah: 129).

Ketiga, kesemestaan/universality. Sebagai gerakan sosial religius merupakan keniscayaan untuk selalu berada dan bergerak dalam komunitas masyarakatnya. Komunitas masyarakat dalam pandangan dunia tauhid adalah merupakan locus kepedulian, keprihatinan dan pengabdian kepada Tuhan. Dengan demikian kesemestaan bermakna bahwa Ikatan Remaja Muhammadiyah bergerak dalam setting sosial yang unipolar dan menolak dikotomi orientasi pemanusiaan (QS : An-Nisa ; 1)

Karena itu anak-anak IRM perlu menumbuhkan sikap beragama yang kritis-transformatif menjadikan landasan tauhid sebagai spirit pergerakan dan menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk tirani dan seabrak ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan kemungkaran sebagai pemaknaan kreatif terhadap fungsi kehadiran manusia sebagai khalifah. Tujuan liberasi (tanhauna anil mungkar) adalah pembebasan dari kekejaman kemiskinan struktural, eksploitasi, keangkuhan teknologi, pemerasan kelimpahan dan ketidakadilan distribusi.

Penutup
Berdasarkan serangkaian pemaparan diatas, maka kritis-transformatif adalah aktualnya tata nilai ketuhanan (Rabbaniyah), yang menjiwai terhadap seluruh aktivitas kemanusiaan yang berdasarkan kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan akan menuju Tuhan (Q.S. Al-Baqarah (2):156), Inna lillahi wa inna ilahi raaji’un (sesungguhnya kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya), maka Allah adalah asal dan tujuan hidup tempat kembali segala sesuatu/mahluk.

Dipenghujung makalah ini saya mengutip pernyataan Muhammad Iqbal dalam Kuntowijoyo (2004) ketika memberikan komentarnya mengenai mi’raj Nabi Muhammad bahwa katanya “seandainya Nabi adalah seorang mistikus atau sufi, tentu Nabi tidak akan kembali lagi kebumi, karena telah merasa tentram bertemu dengan Tuhan dan berada disisi-Nya”. Tetapi lanjut Iqbal “Nabi kembali kebumi untuk menggerakkan perubahan sosial, untuk mengubah jalannya sejarah”. Apa yang saya ingin katakan bahwa IRM tidak sekedar memiliki nafsu terhadap perubahan sosial, akan tetapi bagaimana IRM tampil menjadi pengawal perubahan, menjadi aktivisme sejarah Wallahu A’lam Bisshawab.

catatan kaki:
1 lihat, Ahmad Syafii Maarif, Mencari Autentisitas Dalam Kegalauan, (PSAP, Jakarta, 2004)
2 K.H. Ahmad Dahlan adalah pendiri Muhammadiyah, pada awalnya bernama Muhammad Darwis. Muhammadiyah dilahirkan pada tanggal, 08 Dzulhijjah 1330 H, bertepatan dengan 18 Nopember 1912 M di Kauman, Yogyakarta. Dalam pandangan Kiyai Dahlan, Islam sebagai agama maupun Islam sebagai tradisi pemikiran yang terjadi di Indonesia boleh dikata macet total. Sebab menurut beliau Islam sebagai Agama tidak mampu mendorong umat Islam Indonesia menjadi dinamis, kreatif, maju dan modern. Realitas seperti itulah yang menjadi kegelisahan Kiyai sampai mendirikan Muhammadiyah.
3 Ulul Albab adalah istilah Al-Qur’an yang digunakan sebagai kriteria atau identitas terhadap insan yang senantiasa istiqomah memperjuangkan nilai-nilai ilahiah dalam kehidupan kemanusiaan lewat nalar kritis. Deskripsi sederhananya digambarkan sebagai insan yang menghabiskan malam-malamnya bertaqarrub kepada Allah, dan siangnya digunakan untuk melakukan pencerahan dan pembelaan terhadap kaum terpinggirkan. Atau merujuk ke Gramchi disebut dengan intelektual organik.
4 lihat, Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi, (Mizan, Bandung, 1991) hal, 337
5 lihat, Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, (RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2001), hal 78 – 86
6 lihat, Kuntowijoyo, “ Demi Islam Demi Indonesia, Dari Mitos, Ideologi ke Ilmu Pengetahuan” pengantar buku Post Islam Liberal, Membangun Dentum Mentradisikan Eksperimentasi dalam Airlangga Pribadi dan M. Yudhie R. Haryono (Gugus Press, Bekasi, 2002) hal, 17
7 Tentang teori hegemonik dapat ditelusuri dari pemikiran Antonio Gramchi. Bagi Gramsci, proses hegemoni terjadi apabila cara hidup, cara berfikir dan pandangan pemikiran masyarakat bawah terutama kaum proletar telah meniru dan menerima cara berfikir dan gaya hidup dari kelompok elit yang mendominasi dan mengeksploitasi mereka. Lihat, Mansour Faqih, Jalan Lain, Manifesto Intelektual Organik (Insist Press, Yogyakarta, 2002) hal 142.
8 lihat, Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika. (Teraju Mizan, Bandung, 2004) hal 96.
9 lihat, Pedoman Advokasi Ikatan Remaja Muhammadiyah. (PW IRM Sulsel, Makassar, 2004) atau Hendar Riyadi, Landasan Teologi untuk Advokasi
(materi Pelatihan Advokasi PP Ikatan Remaja Muhammadiyah, Menteng 62, Jakarta, 17 – 20 September 2003)
Sumber :http://moeljadi.multiply.com

Berita Dewi Persik Versus Kesadran Kolektif  

Diposting oleh Ivan Istyawan

Malang-Kamis (27/3), setibanya penulis tiba di Terminal Bus Bungurasih lantas kakipun diayunkan pada kios koran. Awalnya ingin membeli Koran bertaraf nasional, namun begitu melihat Berita Pencekalan Dwi Persik di salah satu Koran Lokal, niat membeli koran nasional pun diurungkan dan membeli lembar koran yang memuat berita Pencekalan Dewi Persik.
Setelah membaca berita secara lengkap, timbul keprihatinan yang mendalam. Koran yang seharusnya menjadi media pembelajaran masyarakat, mengangkat berita tersebut dengan tidak berimbang. Berita Pencekalan dihadirkan dalam dua artikel dengan menangkat judul sentral " "Goyangan Dewi Pesik Porno". Kemudian menghadirkan Artikel Pertama Berjudul "Trio Macan : Keji Banget". Dalam artikel pertama ini pada paragraf pertama dan kedua diharirkan paragraf yang saling bertentangan dan rawan menimbulkan konflik. "Di Jatim, Para tokoh agama menilai bahwa goyangan gergaji artis asal jember(Dewi Persik, Pen) itu termasuk porno. Sebab gerakannya dapat memangkitkan nafsu birahi para penontonnya".(Surya,Paragraf 1. 27/3)
"Namun, Sejumlah artis dangdut menilai rencana pencekalan tampil Dewi Persik (DP) itu berlebihan. Apalagi ada artis dangdut yang bahkan goyangannya lebih parah daripada DP".(Surya,Paragraf 1. 27/3).
dalam artikel pertama memang pihak media sedikit menguraikan tentang pencekalan yang dilakukan oleh walikota tangerang pada DP, namun sayangnya berita ini dibuat dengan muatan pemelaan pada DP sehingga seakan pihak walikota tersudutkan dengan kebijakannya. Dari berita pertama tersebut terdapat pencitraan yang menipu kesadraan masyarakat atas esensi dari kemaksiatan.
Hal ini diperparah lagi dengan keterangan salah seorang personel Trio Macan " Yang sering bertingkah sensual bukan cuma artis dangdut. Pemain film dan sinetron juga ada kok, jadi kenapa yang jadi contoh hanya artis dangdut ! Asumsi itu bijin aku jadi ill feel".Tutur Iva Novanda.(Surya,27/3)
Sehingga sesungguhnya berita yang seperti ini secdara sadar maupun tidak akan menyerang kesadaran dan kepekaan kita dalam merespon bentuk bentuk kemaksiatan. bahkan berita yang kemudian menyudutkan Walikota tanggerang ini memberikan legitimasi pada hegemoni Budaya "semau gue" yang bertopeng pada kebebasan berseni dan berekspresi.
Latar Belakang Pencekalan
Otonomi Daerah, telah memungkinkan pembutan Perda yang bersifat sangat subjektif sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal.Perda no. 8 tahun 2005 tentang pelacuran,hal inilah yang sebenarnya menjadi latar belakang pencekalan DP di Wilayah Kota Tanggerang. Dalam rangka menghadirkan media yang Edukatif dan informatif, seharusnya sudut pandang inilah yang perlu diurai secara rijit dan mendalam sehingga membuat masyarakat memahami substnsi masalah yang diangkat
Patologi Sosial
Akumulsi jangka panjang dari pemberiataan yang tidak berimbang seperti ini mau tidak mau akan menimbulkan kesadaran palsu (False Consciousness) pada masyrakat akan pentingnya norma dan nilai susila dalam tatanan masyarakat modern. Ketika kebatilan dikomparasikan dengan kebatilan yang lebih parah, sesungguhnya masyarakat kita di ajak untuk menurunkan dan melonggarkan toleransi atas kebatilan yang menjadi akar dalam Patologi Sosial.
Perlu diketahui bahwa sesungguhnya Patologi sosial tidak sebatas Gelandangan dan Pengemis (Gepeng), namun infiltrasi budaya melalui media, pelonggaran norma dan toleransi yang berlebih pada kemaksiatan pun salah satu patologi sosial. Bahkan dalam tinjauan sosiologi kehadiran patologi Sosial yang menghadirkan dirinya dalam wujud tidak kasat mata, sesungguhnya lebih significant dalam meghancurkan tatanan masyarakat yang modern. Ketika kesadaran kolektif atas kontrol sosial terlah lemah mak sesungguhnya masyarakat tidak lagi memiliki kekuatan untuk menjadi DIRINYA SENDIRI, DAN MEREKA AKN MENJADI LYAN BAGI DIRINYA
Atas Nama Insan Peduli Moral. SayaMendukung Gerakan membentung Kemaksiatan seperti Pencekalan Dewi Persik.
Oleh : Ivan Istyawan

 

Diposting oleh Ivan Istyawan

PRESS RELEASE

ANGKATAN MUDA MUHAMMADIYAH

TINGKAT PUSAT

Salah satu hal posisitif dari perubahan politik pasca Orba, adalah tumbuhnya iklim politik yang demokratis (meski masih sebatas hal-hal yang bersifat prosedural). Hal ini misalnya ditandai dengan tumbuhnya banyak partai politik dan mekanisme demokrasi berupa pemilihan langsung presiden/wakil presiden dan pilkada.

Perubahan politik ini menuntut peran masyarakat menyalurkan aspirasi politik melalui institusi politik yang sudah diatur oleh aturan negara. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan punya tanggungjawab moral untuk mendorong proses demokratisasi di Indonesia secara bermartabat dan berkualitas.

Menyikapi proses Pilkada di Beberapa Daerah, propinsi dan Kabupaten, khususnya Propinsi DKI Jakarta, maka Agkatan Muda Muhammadiyah menyatakan :

  1. Angkatan Muda Muhammadiyah ikut mengawal proses demokrasi yang bermartabat dan berkualitas di Indonesia, khususnya yang dalam waktu dekat ini dilaksanakan di DKI Jakarta.
  2. Angkatan Muda Muhammadiyah secara kelembagaan tidak terlibat dalam memberikan dukungan kepada salah satu calon atau partai tertentu, namun kader Muhammadiyah diberi kesempatan untuk menyalurkan aspirasi politiknya secara aktif melalui jalur politik atau calon yang ikut dalam Pilkada.
  3. Angkatan Muda Muhammadiyah meminta seluruh Anggota Muhammadiyah dan tim sukses peserta Pilkada untuk tidak menggunakan atribut, aset dan sekretariat Muhammadiyah untuk kepentingan kampanye peserta pilkada. Jika ada ditemukan di lapangan, maka KOKAM (Komando Kesatuan Aksi Angkatan Muda Muhammadiyah) akan menertibkan sesuai dengan kaidah Muhammadiyah.

Demikian pernyataan sikap Angkatan Muda Muhammadiyah ini disampaikan, mudah-mudahan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Jakarta, 26 Juli 2007

PP IRM

Ketua Umum

Moh. Mudzakkir

PP Pemuda Muhammadiyah

Ketua Umum

M. Izul Muslimin

PP Nasyiatul Aisyiyah

Ketua Umum

Evi Sofia Inayati

DPP IMM

Ketua

Kaharudin

(sumber :http://www.pemuda-muhammadiyah.or.id)

UMM dan Pengemis Jalanan  

Diposting oleh Ivan Istyawan



Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang berdiri pada tahun 1964 merupakan salah satu universitas yang tumbuh cepat, sehingga oleh PP Muhammadiyah diberi amanat sebagai perguruan tinggi pembina untuk seluruh PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) wilayah Indonesia Timur. Program-program yang didisain dengan cermat menjadikan UMM sebagai "The Real University", yaitu universitas yang benar-benar universitas dalam artian sebagai institusi pendidikan tinggi yang selalu komit dalam mengembangkan Tri Darma Perguruan Tinggi.
Sebagai salah satu kampus swasta tentunya UMM memiliki daya tarik tersendiri, hingga tak heran jika kita akan menjumpai ragam budaya dan latar belakang mahasiswa dan dosen yang ada di UMM. Terbukti, tidak kurang dari 23.700 mahasiswa dari seluruh penjuru tanah air, mulai dari NAD hingga Papua. Jumlah tersebut termasuk mahasiswa luar negeri, yaitu dari Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Australia dan Timor Leste. Mereka mempunyai latar belakang umur, budaya, suku ras, agama, kondisi sosial dan asal SLTA yang berada. Sehingga, menampak gerbang UMM ibarat masuk ke dalam "Dunia Mini" tempat berinteraksi antar individu dan komunitas yang beragam latar belakangnya.
Lebih jauh lagi, ternyata daya magis UMM telah menyedot para pengemis dan gelandang demi menengadahkan tangan untuk sesuap nasi. Mereka berada disekitar kampus, akan mudah menjumpai mereka digerbang masuk UMM yang megah, naupun di gerbang belakang Nkampus yang tak kalah megah. Namun sayang seribu sayang, sebagai Kampus yang didirikan untuk membela Kaum mustad'afin UMM masih belum mampu merancang konsep belajar dan pembelajaran Humanistik Partisipatoris. Terbukti UMM dengan segala kemegahannya tak mampu memberikan solusi untuk mengurangi Jumlah mustad'afin disekitar kampus yang Kian Meningkat Tiap Waktu. Budaya Hedon telah jauh mengakar pada segenap sanubari mahasiswa dan para stafnya. Pendidikan di UMM memang telah mengantarkan UMM menempati urutan 13 untuk perguruan tinggi yang memiliki intensitas kerja sama luar negeri dan jumlah serta dinamika mahasiswa asing di kampus, mendapat penghargaan sebagai perguruan tinggi terproduktif dalam aktivitas penelitian untuk 5 tahun terakhir (Sumber : Surya On Line)

Namun dengan sistem pendidikan yang sangat mekanistis dan robotik mampukah UMM mencetak lulusan yang dinamis dan humanis. Inilah sesungguhnya yang harus dituju sekuruh PTN maupun PTS melalui Komitmen Tri Dharma Pergurua Tinggi. Semuanya memang membutuhkan proses Termasuk UMM. Penulis Berharap dalam setiap kemajuannya " Semoga UMM mampu menjadi garda depan pembela Kaum Mustad'afin, sebagaimana cita-cita KH.Ahmad Dahlan."Amin

 

Diposting oleh Ivan Istyawan

Oleh CAK HUREK

Ketika belasan lembaga swadaya masyarakat (LSM) peduli pekerja seks komersial (PSK) bertumbangan, datang dan pergi, Mbak Vera tetap masih bertahan. Tak terasa, perempuan bernama asli Lilik Sulistyowati ini sudah menghabiskan waktu 20 tahun untuk mendampingi ribuan PSK di Gang Dolly Surabaya.

“Yah, memang nggak terasa kalau tiap hari kita sibuk dengan kegiatan. Nggak nyangka saya sudah 20 tahun," ujar Mbak Vera yang saya temui di markas Yayasan Abdi Asih, Jl Dukuh Kupang Timur XII/31 Surabaya, Jawa Timur.

Yah, selama dua dekade Mbak Vera menjadi tempat ‘curhat’, berbagi rasa, sekian ribu PSK. Ketika para kupu-kupu malam ini dirazia, dipandang sebagai sampah masyarakat, Mbak Vera justru datang dengan semangat pelayanan. Para pekerja seks itu datang, cari uang, kembali ke kampung halaman, atau menapa hidup dan pekerjaan baru. Siklus yang terus berputar entah sampai kapan.

Taruhlah PSK di Gang Dolly dan sekitarnya 3.000, berapa banyak PSK yang sudah merasakan pendampingan Mbak Vera dan anak buahnya? “Wah, saya sendiri sudah tidak ingat lagi,” ujar istri M Sarjono (almarhum) ini, bangga.

Ia layak bangga karena Abdi Asih memang telah berhasil memberikan keterampilan dasar kepada PSK (memasak, menjahit, salon kecantikan, manajemen usaha) agar tidak terperangkap terlalu lama di Dolly.

Selama berbincang-bincang dengan saya, Jumat (1/2/2008), Mbak Vera selalu menyebut-nyebut nama Tuhan dan mengutip ayat kitab suci. Kenapa? Menurut Mbak Vera, eksistensi LSM Abdi Asih selama 20 tahun tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Bahwa ia mesti melakukan sesuatu, meskipun kecil, untuk memberdayakan sekian banyak perempuan muda yang ‘kesasar’ di Gang Dolly.
Mbak Vera menegaskan, para PSK itu terpaksa melakoni pekerjaan itu karena terpaksa. Tidak ada perempuan waras yang mau terjun ke ‘lembah yang berlumpur dan bernoda’. “Nah, anak-anak ini sudah terjebak ke dalam. Pilihan kita tidak banyak: membiarkan mereka semakin terjebak, membantu mereka agar keluar dari jebakan, atau mencibir mereka?” ujar pekerja sosial yang fasih bicara ini.

Pada 13 Juli 1987, Mbak Vera merintis Yayasan Abdi Asih di Dukuh Kupang Timur. Kawasan ini tak seberapa jauh dari Gang Dolly dan Jarak, yang disebut-sebut sebagai sebagai kompleks pelacuran terbesar di Indonesia. [Beberapa pengamat malah bilang Dolly kompleks pelacuran terbesar di Asia Tenggara. Mana yang benar, silakan riset sendiri lah.]

“Saya mulai dari nol. Waktu itu masyarakat belum banyak tahu LSM. Apalagi, LSM yang langsung bergerak di lokalisasi, memberikan pendampingan kepada para pekerja seks. Waktu itu orang belum bicara HAM, hak asasi manusia. Sekarang di mana-mana orang ngomong HAM, HAM, HAM,” kenangnya.

Mbak Vera mengaku terenyuh ketika mengetahui banyak gadis-gadis muda dijual ke lokalisasi karena orangtuanya miskin. Istilah trafficking, menurut Vera, belum populer pada 1980-an, tapi praktiknya sudah berlangsung lama. Celakanya, ada ibu dan anak sama-sama menjadi pekerja seks di lokalisasi. Ini lingkaran setan yang tidak mudah diputuskan.

“Saya pikir, bagaimana mau maju kalau anak-anak muda itu terus-menerus berada di lokalisasi. Sampai kapan mereka menekuni pekerjaan seperti itu?” tutur ibunda anak kembar--Ani dan Ana--serta Rory ini.

Masih pada 1987, ada pengalaman luar biasa yang semakin memantapkan motivasinya untuk menjadi sahabat para PSK. Apa itu? Seorang PSK yang meninggal di pangkuan Mbak Vera. "Itu pengalaman traumatis, tapi membuat saya lebih peduli dan berani. Saya ingin mendampingi mereka," tutur Mbak Vera yang tak mampu melanjutkan kata-katanya.


Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998. Gerakan reformasi menang. Sayang, euforia reformasi ini dibarengi aksi perusakan dan anarkisme di mana-mana. Di beberapa daerah di Jawa Timur sejumlah kompleks pelacuran dirusak, dibakar, dan ditutup. Tekanan serupa terjadi di Surabaya meski hanya sebatas statemen atau teror psikologis.

Mbak Vera pun sibuk melayani panggilan DPRD Surabaya untuk dengar pendapat. Komisi E, dipimpin Hidayat Tauhid (alm), saat itu memang mendapat tekanan agar semua lokalisasi di Kota Surabaya ditutup. Alasannya macam-macam: bisnis maksiat, merusak moral, bercampur dengan perkampungan, memicu kriminalitas, dan sebagainya.

"Waktu itu saya harus bicara untuk memberikan wawasan kepada para pejabat, dewan, dan kalangan masyarakat tertentu," kenangnya.

Bukan itu saja. Mbak Vera beberapa kali mengajak para PSK dari Dolly dan sekitarnya untuk berdemonstrasi di kantor DPRD Surabaya. Hebatnya lagi, dia mengancam para PSK akan berunjuk rasa bugil jika DPRD ngotot menutup semua lokalisasi di Surabaya.

Seperti diketahui, isu penutupan lokalisasi kemudian timbul tenggelam dalam 10 tahun terakhir. Ramai sejenak, kemudian hilang, lalu timbul lagi seiring masuknya politisi baru di parlemen. Yang jelas, sikap Mbak Vera yang sangat ngotot membela PSK dan lokalisasi kemudian melahirkan berbagai cibiran dan gunjingan. Macam-macam lah tuduhan ke alamat Mbak Vera: memanfaatkan PSK untuk cari uang, terlibat jaringan PSK, bagian dari germo, jadi komoditas untuk menyedot dana dari luar negeri, melestarikan pelacuran, dan sebagainya.

Tanggapan Anda? "Saya sih cuek saja. Sebab, semua tuduhan itu sama sekali tidak benar. Mereka bilang begitu karena belum kenal saya. Demi Tuhan, saya tidak dapat uang sesen pun dari mucikari atau PSK," tegas Mbak Vera dengan nada tinggi.

Berdasarkan studi banding para aktivis LSM di Thailand dan beberapa negara lain, penutupan lokalisasi tak pernah menghentikan bisnis prostitusi. Maklum, profesi yang satu ini sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Kalaupun lokalisasi ditutup, PSK akan mencari jalan lain untuk menjajakan diri. "Nggak usah munafik lah. Jangan sok moralis. Mari kita melihat persoalan ini secara jernih," tuturnya.

Mbak Vera kemudian menyebut 20-an jenis pekerjaan yang terkait langsung atau tidak langsung dengan lokalisasi. Ribuan orang mencari makan dari sini. Saat ini PSK di Dolly sekitar 500, di Jarak 2.000-an. Angka kasarnya sekitar 3.000. "Itu PSK-nya thok. Berapa masyarakat lain di luar PSK yang cari makan berkat Gang Dolly dan Jarak? Ini yang harus dipikirkan. Apa pemerintah bisa mengatasi masalah sosial akibat penutupan lokalisasi?" tanya Mbak Vera.

Ini pula yang membedakan Gang Dolly (plus Jarak plus Kembang Kuning) dengan lokalisasi di beberapa daerah lain di Jatim. Menurut Vera, lokalisasi di tempat-tempat lain umumnya tidak dikehendaki warga sekitar atau setidaknya belum ada saling ketergantungan dengan profesi masyarakat. Sebaliknya, Gang Dolly yang eksis sejak 1960-an ibarat simbiosis mutualisme.

"Jadi, sebaiknya kita kembalikan kepada masyarakat. Saya sendiri tidak akan sedih kalau Dolly ditutup. Tapi saya sedih kalau anak-anak itu (PSK) berkeliaran di jalan, hotel, tidak terkontrol."

Sudah satu jam lebih kami berbincang sambil minum kopi di teras Yayasan Abdi Asih. "Mas Hurek, temani aku ke rumah belakang, ya," pinta Mbak Vera. Ternyata, dia hendak bertemu dengan pensiunan bea cukai, pemilik rumah yang dikontrak Mbak Vera sebagai markas Abdi Asih.

Singkat cerita, bos Yayasan Abdi Asih ini hendak menyelesaikan urusan kontrak rumah. Mbak Vera terlihat sedih. Matanya sembab kendati masih berusaha tersenyum. Si pemilik rumah memberi tenggat (deadline) satu minggu kepada Mbak Vera untuk menyetor uang muka Rp 30 juta. Kalau tidak, harus angkat kaki. “Sudah banyak kok orang yang nawar rumah itu. Saya juga perlu uang untuk umrah,” tegas pria 60-an tahun ditemani istrinya yang masih muda.

"Mas Hurek, saya akan hadapi semua ini. Saya percaya apa yang saya lakukan ini mendapat restu Tuhan yang Maha Esa. Dan, insya Allah, semua persoalan akan diselesaikan dengan baik," ujarnya, tegar.

Mbak Vera dan Yayasan Abdi Asih sudah mengabdi di kompleks Gang Dolly dan sekitarnya selama 20 tahun. Bagaimana masa depan yayasan ini? Akankah Mbak Vera masih punya stamina untuk melanjutkan pengabdiannya?

Seperti biasa, pertanyaan-pertanyaan ini dijawab Mbak Vera dengan optimistis. "Ini sudah menjadi panggilan hidup saya. Rupanya, Tuhan telah memakai saya untuk pelayanan macam ini."

Di tengah kesibukannya mendampingi para pekerja seks, Mbak Vera tak bisa melepaskan hobinya sejak kecil. “Mau tahu hobi saya? Masak. Pokoknya, sejak kecil saya ini sangat suka di dapur, masak apa saja,” ujar Mbak Vera lalu tertawa kecil.

Keterampilan memasak ini pelan-pelan ia tularkan kepada para PSK yang mengikuti sejumlah pelatihan di rumahnya. Ketika Mbak Vera asyik memasak, para pekerja seks ini secara spontan ikut membantu ibu tiga anak ini di dapur. Lalu, Vera mengajarkan cara memasak hidangan apa saja. Learning by doing lah!

Karena terlampau asyik berkutat di dapur, orang sering mengira Vera ke luar kota atau sedang ada penyuluhan atau advokasi PSK. Menurut dia, memasak merupakan salah satu keterampilan perempuan yang perlu ditularkan kepada siapa saja, khususnya anak-anak binaannya.

“Setelah mentas dari sini (Dolly), mereka kan bisa buka usaha katering, menjahit, dan sebagainya. Sudah banyak lho ‘anak-anak’ saya yang sukses buka warung,” tutur Mbak Vera dengan bangga.

Selain memasak, Mbak Vera mengaku punya menjahit. “Sejak kelas lima sekolah dasar (SD) saya sudah bisa jahit. Setelah bisa menjahit, saya menjadi kecanduan menjahit, bikin desain baju, dan sebagainya.”

Hobi menjahit, juga memasak, ini tidak sia-sia. Ketika ia makin eksis dengan Yayasan Abdi Asih, Mbak Vera pun dengan mudah membagikan dua macam keterampilan ini kepada para perempuan pekerja seks. Karena itu, jangan heran kalau Anda melihat markas Abdi Asih lebih mirip kursus menjahit ketibang kantor lembaga swadaya masyarakat (LSM).

“Dibilang kursus menjahit, ya, memang kursus menjahit. Tapi memang target saya memang khusus untuk ‘anak-anak’ itu. Kalau mereka punya ketrampilan, entah menjahit, memasak, kecantikan, insya Allah, mereka akan lebih muda mandiri,” ujar Mbak Vera dalam logat Makassar yang masih kental.

Ada satu lagi satu hobi Mbak Vera yang tidak berkembang. Apa itu? Berenang dan loncat indah. Ia mengaku sangat doyan renang ketika belum menikah. Jika ada waktu luang, Vera menyempatkan diri ke kolam renang untuk berolahraga sekaligus menekuni hobinya berbasah kuyup di dalam air.

“Sangat puas kalau saya sudah masuk kolam renang. Sepertinya tidak ingin cepat-cepat pulang,” tutur Mbak Vera lalu tertawa kecil.

Selain menguasai renang gaya apa saja, dulu, gadis Vera mengaku senang loncat indah. Naik ke papan, ambil ancang-ancang, lalu badan diputar-putar ibarat roda. “Loncat indah itu bukan hanya olahraga, tapi seni. Kalau sudah sampai di air kita sangat puas. Apalagi kalau awalan kita bagus, posisi jatuhnya badan juga sempurna,” kenangnya.

Hmmm... masih sempat renang dan loncat indah?

Mbak Vera, 47 tahun, tertawa lebar. “Wah, sudah lama saya meninggalkan kolam renang. Nggak sempat karena harus mengurus rumah tangga. Belum lagi menangani ‘anak-anak’ ini. Yah, saya ‘berenang’ di dapur saja dan menjahit. Kan kayak olahraga juga,” katanya.


BIODATA SINGKAT

Nama penuh : Lilik Sulistyowati
Sapaan akrab: Mbak Vera
Lahir : Makassar, 20 Mei 1959
Suami : M. Sarjono (almarhum)

Anak :
Mulani Sulistyaningsih
Mulana Sulistyaningsih
Rory Sardjono

Benarkah Sandra Dewi Bugil (Part 1)  

Diposting oleh Ivan Istyawan

Setelah Cinta Fitri season pertama tamat, SCTV kembali mengeluarkan sinetron cinta-cintaan. Namanya pun tak jauh beda, “Cinta Indah” dengan pemain utamanya adalah Anjasmara, Sandra Dewi, Samuel Zylgwyn, dan Ayu Diah Pasha. Mungkin SCTV berharap bisa mengekor kesuksesan Cinta Fitri. Selain cerita yang menarik, Cinta Indah juga menampilkan wajah baru. Sandra Dewi, pemeran Indah sebagai tokoh utamanya, boleh dibilang memiliki wajah paduan dari Dian Sastro dan Marsya Timothy. Kalau Dian Sastro kan hitam manis, sementara Sandra Dewi putih :) .
Seperti kebanyakan aktris yang mulai naik daun, sandra dewi pun terganjal dengan kasus Foto bugil di Internet. Pengen liat foto-foto Sandra Dewi? (Eit jangan dengan nafsu)
dalam hati Pun bertanya sebenarnya siapa yang berada dalam peristiwa2 memalukan itu. Ada banyak kemungkinan, bisa jadi adalah orang yang iseng,pihak yang tidak suka ketenaran orang lain atau bisa jadi si artis sendiri untuk mendulang popularitas, Semuanya serba mungkin kawan karena logika dunia kita hari ini dibangun atas dasar logika pragmatisme. Apapun bisa terjadi saat ini dan siapapun bisa melakukannya tanpa berfikil lagi landasan akan normatif benar dan salah.
Dalam hal ini Sandra Dewi, gadis kelahiran 18 Agustus 83- Palembang , melakukan pembelaan diri dengan mengundang pakar Media yang akrab dengan sapaan Bpk Roy untuk membersohkan nama baik. Dalam penyataannya , Roy mengatakan pada oke Zone Dot comSaya melihat foto ini fifty-fifty (50:50). Foto ini bisa jadi direkayasa atau bisa jadi asli,” ujar Roy Suryo saat okezone meminta pendapatnya, Sabtu (8/3/2008) sore.
Terlepas dari benar dan tidaknya tetek bengek diatas, seharusnya kita prihatin sebab bangsa ini selalu ber"etika" layaknya orang tidak ber "etika" lalu pertanyaanya kemudian "sesungguhnya dimana letak etika bangsa kita?
Bersambung(Dari Berbagai Sumber)

Keluarga Adalah sumber semangat, Ingatlah Mereka  

Diposting oleh Ivan Istyawan

Awas Virus “Budaya Pop”!  

Diposting oleh Ivan Istyawan



Oleh Ridho Al-Hamdi

Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Budaya, menurut John Storey dalam bukunya yang berjudul Teori Budaya dan Budaya Pop, bisa dipahami sebagai kebiasaan berupa praktik-praktik dalam keseharian, misal liburan ke pantai, perayaan ulang tahun, tujuh belas agustusan, dan aktivitas lainnya. Kata “pop” singkatan dari “popular” yang arti sederhadanya adalah disukai oleh banyak orang. Karena itu, budaya pop bisa bermakna budaya yang disukai oleh banyak orang dan menyenangkan.

Kita bisa melihat budaya pop pada laku kerasnya penjualan buku Harry Potter atau larisnya film Titanic dan The Lord of The Ring. Jika di Indonesia mungkin best seller-nya buku Laskar Pelangi dan boomingnya film Ada Apa dengan Cinta dan Heart. Dalam dunia musik, Dewa, Padi, dan Sheila on 7 pernah mewarnai dunia band atau akhir-akhir ini terjadi juga pada Ungu, Letto, Radja, Peter Pan, dan lain sebagainya. Dunia-dunia seperti itulah dunia yang disukai oleh anak-anak pelajar.

Dengan mengacu pada contoh-contoh di atas, budaya pop bisa juga berarti budaya tinggi tertutama pada kasus penjualan buku, rekaman, dan juga rating audiens televisi yang dinyatakan sebagai budaya pop.

Istilah lain dalam budaya pop adalah budaya massa, yaitu budaya yang diproduksi oleh massa untuk konsumsi massa. Budaya massa adalah budaya yang dianggap sebagai dunia impian secara kolektif, misalnya hiking ke pegunungan, liburan ke pantai, dan merayakan valentine day bersama pacar. Budaya seperti ini seolah memberi impian bagi anak-anak muda akan dunia yang serba enak dan menyenangkan.

Aku Bergaya, Maka Aku Ada!

Urusan bergaya sudah mulai menjadi pusat perhatian yang amat serius dari kalangan anak muda. Bagi Idi Subandi Ibrahim, pakar cultural studies, pertumbuhan gaya-bergaya tidak bisa dilepaskan dari arus globalisasi ekonomi dan kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan semacam Shopping Mall, industri mode atau fashion, industri kecantikan, industri kuliner, industri gosip, apartemen, kawasan huni mewah, real estate, gencarnya iklan barang-barang supermewah, liburan wisata ke luar negeri, serta berdirinya sekolah-sekolah mahal dengan label serba “plus”.

Anak-anak muda sekarang gandrung dengan merk asing, makanan serba instan (fast-food), telepon genggam (HP), dan tentunya serbuan gaya hidup lewat industri iklan dan televisi yang sudah sampai ke ruang-ruang kita yang paling pribadi, dan bahkan ke relung-relung jiwa kita yang paling dalam.

Belum lagi serbuan majalah-majalah mode dan gaya hidup dalam edisi bahasa Indonesia ke kalangan anak muda (khususnya ABG) baik pria maupun wanita yang berselera kelas menengah ke atas. Majalah-majalah itu menawarkan cita rasa dan gaya yang tinggi serta terlihat jelas dari kemasan, rubrik, kolom, dan slogan yang ditawarkannya, seperti “Be Smarter, Richer, & Sexier” atau “Get Fun!”.

Beragam majalah dengan kemasan yang tak kalah luks dengan media lainnya hadir di tengah anak muda yang sedang mencari identitas. Bacaan kawula muda ini lebih banyak menawarkan gaya hidup dengan budaya serba berselera di seputar tren busana, peroblema gaul, pacaran, shopping, dan acara mengisi waktu luang yang jelas perlahan tapi pasti akan ikut membentuk budaya anak muda yang berorientasi serba fun.

Di kalangan umat Islam, kini mulai marak iklan dan industri jasa yang menawarkan “wisata religius”, “paket spiritualisme dan sufisme”, umroh bersama kyai beken, berdirinya sekolah-sekolah Islam yang mahal berlabel “IT” alias Islam Termahal, cafe khusus muslim, menjamurnya kounter-kounter berlabel Exclusice Moslem Fashion, kegandrungan kelas menengah atas akan Moslem Fashion Show dan berdirinya pusat-pusat perbelanjaan yang memanfaatkan sensibilitas keagamaan untuk keuntungan bisnis.

Marak juga penerbitan majalah Islam (khususnya Muslimah) yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan majalah umum lainnya. Yang ditawarkan pun sama, mode, shopping, soal gaul, dan pacaran yang dianggap pengelolanya “yang Islami”. Slogan yang ditawarkan pun bermacam-macam: Jadilah Muslimah yang gaul dan smart! Jadilah Muslimah yang cerdas, dinamis, dan trendi! Jadilah cewek Muslimah yang proaktif dan ngerti fashion! Kini agama pun telah diperjualbelikan.

Persoalan gaya hidup sudah mulai menjadikan eksistensi seseorang lebih hidup. “Aku bergaya, maka aku ada! Slogan tersebut kini telah mewarnai dunia anak muda yang mereka telah menjadi target dari gaya hidup (lifestyles) glamour. Slogan di atas seolah-olah mengatakan bahwa kalau kamu tidak bergaya maka bersiap-siaplah untuk dianggap “tidak ada”: diremehkan, diabaikan, atau mungkin dilecehkan.

Selamat Menjadi Warga Pesolek

Kiranya alasan di atas menjadi dasar bahwa anak-anak muda sekarang perlu bresolek atau berias diri. Jadilah anak muda kita sebagai warga pesolek (dandy society). Kini, dunia gaya hidup sudah bukan milik artis, model, peragawan (wati) lagi, tetapi sudah ditiru secara kreatif oleh semua orang untuk tampil sehari-hari. Misal pergi ke tempat kerja, sekolah, seminar, arisan, undangan resepsi perkawinan, ceramah agama, atau sekadar jalan-jalan, mejeng, dan ngeceng di mall.

Anak-anak muda kita sudah benar-benar menjadi sasaran empuk bagi para pemodal industri tersebut. Mereka disajikan berbagai menu yang variatif dari ujung rambut sampai ujung kuku kaki. Produk-produk tersebut selalu menawarkan kepada anak-anak muda agar penampilan kulit, wajah, tubuh, dan rambutnya lebih cantik dan indah dipandang. Kehidupan mereka yang awalnya sederhana, kini berubah serba ingn modis tetapi karena melihat produk-produk tersebut. Mereka tidak sadar kalau mereka sedang dijajah oleh dunia pasar yang tidak terlihat di depan mata mereka. Inilah bentuk penjajahan baru.

Tampaknya urusan tampangisme dan wajahisme (lookism or faceism) sudah menjadi persoalan yang cukup serius. Tubuh memang barang yang mudah untuk diperjualbelikan dalam berbagai macam bentuk. Padahal tubuh bentuknya begitu-begitu saja, tidak berubah-ubah. Semua terbuat dari daging. Tetapi karena kreativitas para pemodal, tubuh yang kadang menjijikkan itu bisa menghasilkan uang dan harta berlimpah.

Kini anak muda sedang dalam cengkraman budaya pop, budaya yang mengikis secara perlahan-lahan kepribadian dan moral mereka untuk berorientasi hidup serba fun dan instan. Budaya ngepop selalu menghadirkan mimpi-mimpi yang melangit tetapi jauh dari realitas. Kita perlu sadar dan mencarbut bius budaya pop yang telah meninobobokan identitas kita. Dia adalah bahaya yang akan mengikis habis kepribadian kita. Awas bahaya virus “Budaya Pop”! Sekali terbius akan ketagihan dan tidak bisa keluar.

Sumber :WWW.IRM.OR.ID

Pemimpin Insan Cita "Siap Ber-aksi"  

Diposting oleh Ivan Istyawan

Kepemimpinan adalah sebuah cara yang efektif dalam mengubah ketimpangan sosial yang hari ini terjadi. Berbagai ketimpangan mulai dari lebarnya kesenjangan antara kaya-miskin,pengusuran
yang semakin marak, kapitalismie yang menggurita bahkan calon calon generasi pemimpin yang hedonis, membutuhkan solusi.Oleh karena itu Pimpinan Cabang Malang HMI Korkom UMM menghelat LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) yang berlangsung 3 hari,(14/03).
LDK yang bertujuan menciptakan para pemimpin masa depan Ini telah menghasilkan sosok2 baru yang siap diterjunkan dalam kancah problemantika Ke-Islaman, Ke-Indonesian, Ke-Intelektualan. Kwalitas alumni LDK yang berasal dari Komisariat HMI Se-korkom ini siap diuji dan dinilai dari setiap aksi nyatanya kelak.
Oleh karena sebagai wadah aktualisai diri dan kompetensi dibentuklah Sebuah Komunitas baru(alumni LDK) Bernama "(PIC)Pemimpin Insan Cita". Sebagai Stafnya telah terpilih Ivan (KIP/KO), Didin (Psikologi/Sekretaris), Ma Raden(Hukum/Bendahara) yang siap dan berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan mewujudkan Imat Islam yang sebenar-benarnya yaitu Umat Insan Cita melalui terobosan-terobosan perjuangan yang kreatif.
Selamat Atas Lahirnya Insan Pejuang baru dalam wadah "Pemimpin Insan Cita" , Selamat Berjuang kawan hari ini kita telah bersatu sepakat dengan satu kata "PERJUANGAN".Ratusan bahkan Ribuan Permasalahan Umat telah menanti SAATNYA PEMIMPIN INSAN CITA merubah DUNIA.
Salam Perjuangan Penuh Perubahan
GO A HEAD PEMIMPIN INSAN CITA



Ivan Istyawan
KO Pemimpin Insan Cita

Ia, Mereka, Kita dan cahaya  

Diposting oleh Ivan Istyawan




Dirumah ini aku menjadi Tunas
Di rumah ini pula aku belajar keadilan
Di peraduan inipun aku mengenal perjuangan
Bahkan disini pun aku meraba hakekat perjuangan

Di sini pula aku mengenal ketidakadilan
Bahkan disinilah aku melihat ketidakberdayaan
Merasakan keterasingan raga atas jiwa-jiwa yang terkulai
Meski hati tersayat dan menjerit sejadi-jadinya

Tubuhnya lemas, jiwanya terkulai
Raganya melepuh, semangatnya pun me-Rapuh
Ditindas dan tertindas oleh sosok peran
Hanya satu yang ia, mereka dan kita tunggu………….

Namun alienasi tetap berwujud
Panggung sandiwara penghibur yang menggiur

Ingin kurebahkan sumsum yang penat dan rapuh ini
Dalam karpet alam yang meng-hijau nan basah
Ingin bersandar kepala ini atas pundak TERTINGGI
Menunggu, memperjuangkan dan meraih
……..Cahaya

Karya : Ivan Istyawan
Dikaryakan untuk " komunitas Hijau-Hitam dan 3 komponen kehidupan"

MENTARI, Malang Nian Nasibmu !  

Diposting oleh Ivan Istyawan

Di rumah ini aku menjadi tunas
Di rumah ini pula aku belajar keadilan
Di Peraduan ini pun aku mengenal perjuangan

Bahkan disini aku belajar hakekat perjuangan
Namun disini pula aku melihat ketidak adilan
bahkan disini aku menyaksikan ketidak berdayaan
meski hati menjerit, namun penindasan tetap terjadi
Pada Sosok kader, pelopor, pelangsung dan penyempura amanah
Tubuhnya lemas, jiwanya terkulai
Raganya melepuh, semangatnya pun me-Rapuh
Ditindas dan tertindas
Oleh ketidakadilan, bersemayam pada ketidak berdayaan.
Suatu ketika hampir mata ini mencurahkan air mata. Menangis melihat sesosok kader yang selama ini kukenal tegar, membaja, bahkan siap mendada segala resiko demi satu kata "perjuangan". Bersumber sanubari terdalam aku terkagum, terpanah dengan apa yang kusaksikan, dengan penuh harap tangis inipun mengeluarkan sebuah Matra Do'a " Semoga Allah selalu mengobarkan semangatmu wahai kader, wahai MENTARI ".
Namun, sedih kurasa. Bahkan karena karena terlalu sedih hingga air mata pun tak sudi turun dari peraduannya. MENTARI yang Tegar, Membaja, kini rapuh akibat ketidak berdayaannya menghadapi sebuah hegemoni, sangat kuatnya hegemoni itu hingga akupun binggung bagai mana melawan sistem yang tiran ini.
Lalu dimanakah letak ketidak berdayan itu bersembunyi. Dalam hati, hati ku tak pernah mampu untuk mengenali bentuk alienasi, dan hegemoni. Namun ketika ketidak berdayaan itu hadir didepanku, aku pun tersadar bahwa hidup ini penuh rekayasa.
Wahai kader, wahai Mentari : " tabahkan hatimu, kuatkan jiwamu, membajalah engkau dalam ketidak berdayaanmu, Allah tahu bahwa engkau telah mengenal makna perjuangan dan kinilah saatnya Allah menguji seberapa dekat engkau mengenal arti perjuangan beserta konsekuensinya.

Pertanyaan atas Pernik2 Meme  

Diposting oleh Ivan Istyawan

Pernkah anda berntanya-tanya,

mengapa tayangan misteri, kriminal, gosip punya Rating tinggi?
Cafe,resto,fast food menjamur?
koran kuning tetp dibaca orang?
politikus korup dan tukang kipas masih terpilih?
ilmu pengetahuan sepi penggemar?MTV, MC Donald keren Abis?
Industri Iklan Meraksasa?Kapitalis terus bejaya?
Arisan multilevel tak pernah mati?Agama Bertahan ribuan tahun?
Fundamentalisme berkembang subur?
Saksikan jawaban itu semua dalam artikel Rekayasa Meme dalam kehidupan manusia

Rekayasa Meme Atas Kehidupan Kita  

Diposting oleh Ivan Istyawan

Keenan dan Memetika
(Published - Pikiran Rakyat, 26 Nov 2007)


Dua tahun terakhir ini, dunia saya diinvasi diam-diam. Keenan, anak saya, dengan caranya sendiri telah mendominasi semesta kecil keluarga kami. Dengan caranya sendiri, ia memilih menjadi vegetarian sejak usia satu tahun. Dan kini, ia mereformulasi dunia kami dengan cara menjajah satu-satunya televisi di rumah.

Keenan tergila-gila Baby Einstein sejak usianya enam bulan. Umur satu tahun, ia mulai menyukai Elmo. Baru-baru ini ia memuja Barney dan Teletubbies. Secara berangsur, jatah kami menonton teve berkurang, hingga nyaris tidak pernah sama sekali. Saya tidak ingat kapan persisnya efek cuci otak yang dilakukan Keenan mulai menunjukkan hasil. Namun belakangan saya tersadar anak itu telah melakukan uji coba memetika yang efektif.

Singkat kata, memetika adalah ilmu yang mendedah ‘mem’ sebagai bahan baku dasar pembentuk mental, sebagaimana genetika mendedah gen sebagai bahan baku dasar pembentuk kehidupan fisik. Replikasi mental merupakan kemampuan yang memisahkan manusia dengan primata lain. Bahasa, budaya, agama, merupakan produk-produk yang dimungkinkan karena adanya replikasi mem, seperti halnya gen bereplikasi membentuk gugusan sel hingga menjadi tubuh yang mampu bereproduksi dan mempertahankan diri.

Sebagai spesies yang bertarung melawan alam selama jutaan tahun, agenda genetika selalu menggiring kita untuk bereaksi kuat terhadap isu seks, makanan, dan bahaya. Seiring dengan itu, tombol primordial memetika tak pelak adalah: kemarahan, ketakutan, kelaparan, dan nafsu birahi. Menarik untuk direnungkan bahwa yang membuat sebuah informasi berkembang sesungguhnya bukan persoalan ‘penting’ dan ‘tidak penting’, ‘berguna’ dan ‘tidak berguna’, melainkan seberapa banyak tombol primordial kita yang ditembaknya sekaligus.

Para pengiklan tahu bahwa siluet tubuh perempuan bisa membantu penjualan sebuah mesin pompa air, yang sesungguhnya tidak punya hubungan langsung dengan lekuk pinggul dan belahan dada. Mereka juga bisa menyembunyikan bahaya rokok dalam sosok laki-laki gagah yang berarung jeram di alam nan indah. Begitu juga dengan liputan berita yang kerap menciptakan suasana kritis agar pemirsa merasa terdesak dan tercekam. Reporter berwajah santai dan mengatakan ‘semua baik-baik saja’ tidak akan menularkan mem kuat yang menjadikan berita itu punya nilai penting (atau tepatnya nilai jual).

Seberapapun hebat urgensi yang ditawarkan, apa yang kita konsumsi seringkali bukanlah apa yang kita butuhkan. Ini mengingatkan saya pada penelitian Masaru Emoto; bagaimana molekul air rusak ketika didekatkan pada teve yang memutar adegan kekerasan, dan sebaliknya, molekul air membentuk gugus heksagonal saat diputarkan dokumenter alam. Tampilan dunia yang baik-baik saja ternyata memperbaiki tubuh kita sampai level molekular, sementara dunia yang keras dan bahaya—walau rating-nya lebih tinggi—ternyata merusak kita sama besarnya.

Virus pikiran juga bekerja melalui asosiasi dan repetisi. Ketika artis-artis yang bercerai habis-habisan diekspos, orang mulai percaya bahwa artislah jenis manusia yang paling rentan kawin cerai, bahkan memotori rakyat untuk ikut tren sama. Padahal jumlah artis yang bercerai hanyalah noktah tak berarti dibandingkan kasus perceraian yang terjadi di masyarakat umum.

Patriotisme sebagai nilai tidak muncul spontan sejak kita lahir. Kita diprogram melalui repetisi upacara setiap Senin pagi dan penataran Pancasila setiap naik jenjang sekolah. Keinginan beragama tidak muncul begitu saja, seorang anak diprogram mulai dari nol melalui repetisi dan asosiasi tentang adanya hadiah bernama surga, hukuman bernama neraka, dan bos besar yang lebih berkuasa daripada orang tuanya bernama Tuhan.

Memetika sebagai ilmu yang relatif masih muda mampu memberi perspektif segar untuk memilih, memilah, bahkan berhenti sejenak dari bombardir informasi yang menginvasi pikiran kita. Tidak heran jika dalam hampir semua buku memetika yang saya baca, meditasi selalu jadi bahasan penutup, semacam antiviral yang dianjurkan. Bukan karena meditasi adalah bagian dari mem religi tertentu, tapi itulah satu-satunya metode yang membalikkan proses invasi mem: hening, diam, mengamati, tanpa bereaksi.

Hanya melalui percakapan-percakapan insidental saya jadi tahu kalau dua anggota Peter Pan telah keluar, dan telah terjadi kolaborasi dukun-dukun ilmu hitam untuk mencelakakan Bush. Saya kangen menonton Oprah, Discovery Channel, National Geographic, yang ikut dikorbankan akibat blokade teve Keenan. Dan jujur, saya cukup penasaran apakah usaha para dukun itu berhasil atau tidak. Namun saya berterima kasih pada kesempatan yang Keenan beri melalui program memetikanya: sebuah dunia tanpa kekerasan, tanpa akting hiperbolis yang memualkan, tanpa roh halus dan pemburu hantu, tanpa gosip yang tak perlu, tanpa rentetan iklan yang bikin jemu. Dan terkadang membuat saya berpikir, jika kita bisa demikian bersemangat menyerukan perdamaian dunia, mengapa kita tidak sungguh-sungguh ‘menciptakannya’ dari rumah sendiri? Barangkali yang dibutuhkan adalah para pemimpin dunia dengan program memetika yang tepat; yang tertawa bersama Elmo, bernyanyi bersama Barney, dan berpelukan dengan para Teletubbies.


* Buku tentang memetika yang paling mudah dicerna dari Richard Brodie untungnya sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia (judul asli: Virus of The Mind – The New Science of the Meme), sementara buku yang tak terlampau mudah tapi amat sangat patut dibaca salah satunya ditulis oleh Richard Dawkins (The Selfish Gene) dan muridnya, Susan Blackmore (The Meme Machine).